Kata Menyelamatkan Jiwamu dari Keyakinan yang Sekarat

Words

Membaca beberapa kalimat dalam Koran Tempo Minggu, 27 April 2014 membuat aku puas dengan empat ribu rupiah yang aku belanjakan untuk memiliki tabloid itu. Kau sadar, ada energi dalam kata-kata, yang beda dengan soda dalam sebotol Kratingdaeng 150 ml seharga hampir enam ribu rupiah.

Kata memberimu energi untuk menyingkirkan bukit, menyelamatkan jiwamu dari keyakinan yang sekarat. Kata memberimu kuasa untuk mencipta. Entah sebotol Kratingdaeng 150 ml seharga hampir enam ribu rupiah.

*****

Teka-teki Tiki-taka. Judul di halaman 36, kolom Olahraga. Kau jarang lihat kepala tulisan dengan tinta hitam yang  manis seperti ini. Aku baca sampai titik terakhir, di sudut ruang baca Olahraga yang gerah dan suram itu, tentang klub bola sepak orang Katalunya, FC Barcelona, yang kehilangan ruh tanpa tuan Pep Guardiola. Jika kau ingat slogan penjual lampu listrik dari Nederland, Phillips: Terus Terang Phillips Terang Terus. Keduanya adalah permainan kata yang tak main-main.

*****

Ini semua perjalanan spritual bagiku. Bukan hanya kebetulan, tapi memang takdir Tuhan.” Kutipan kalimat 12 kata dari halaman 26. Dira Julianti Sugandi, Sebuah Perjalanan Spiritual, judul artikel itu. Aku percaya Tuhan yang tak mengatur takdir, tapi aku paham maksud Dira Sugandi. Terus terang, itu adalah kalimat mati. Tapi tiga kata penutup selanjutnya, dalam kalimat yang tidak aku kutip secara lengkap itu,  terang terus dalam pikiranku.

“Ini semua perjalanan spritual bagiku. Bukan hanya kebetulan, tapi memang takdir Tuhan dan doa ibuku,” kata nona Sugandi seperti dikutip Koran Tempo. Aku percaya Tuhan yang tak mengatur takdir, tapi aku paham maksud Dira Sugandi. Kalimat itu harusnya berakhir di “Takdir Tuhan”. Tapi “doa ibuku”, meski tak perlu, karena “takdir Tuhan” menjelaskan semuanya, mengembalikan kalimat itu ruhnya. Meski Aku percaya Tuhan yang tak mengatur takdir.

*****

Apakah kau masih percaya pada Tuhan yang kadang-kadang hanya ingin dikenang sebagai masa lalu?” kata Triyanto Triwikromo dalam sajak di halaman 15. Aku sekarang suka menghindar dari jebakan abstraksi puisi. Tapi kalimat itu membuat aku berhenti, dengan suka rela membaca syairnya sampai titik terakhir.

Aku tertawa mendengarkan gurauan busuk itu. Aku menggoda penumpang di sebelah yang cemburu pada sepasang anting Yahudi di telingaku,” tulis Triyanto di bait berikutnya.

Apakah namamu sudah tercatat di sebuah guci cina di surga?” penumpang di sebelahku mencibir? “Apakah kau sudah tahu berapa kali dalam sehari Tuhan akan mengajakmu bergurau tentang George W Bush jatuh dari kuda?” tanyanya di bait ke-6.

*****

Kata memberimu energi untuk menyingkirkan bukit, menyelamatkan jiwamu dari keyakinan yang sekarat. Kata memberimu kuasa untuk mencipta.

Membaca beberapa kalimat dalam Koran Tempo Minggu, 27 April 2014 membuat aku puas dengan empat ribu rupiah yang aku belanjakan untuk memiliki tabloid itu.

*****

Jakarta, Minggu, 27 April 2014.

Leave a comment